Rabu, 20 Juni 2012

KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN KERING DI LOMBOK TENGAH DENGAN CARA VEGETATIF


KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN KERING DI LOMBOK TENGAH DENGAN CARA VEGETATIF









Disusun Oleh :
LINA YULIANASTUTI
G1A 008 030



PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2012

A.  LATAR BELAKANG
Konservasi sumber daya alam adalah penghematan penggunaan sumber daya alam dan memperlakukannya berdasarkan hukum alam. Pengertian konservasi adalah suatu upaya atau tindakan untuk menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus berkesinambungan baik mutu maupun jumlah (Hadi, 2012).
Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan2 kering. Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket2 teknologi untuk mananggulangi masalah2 tersebut juga dah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah (Syakur, 2007).
Pulau Lombok mempunyai potensi lahan kering yang besar yaitu mencapai 201.531,5 ha (Bapeda NTB ,2002), sadangkan kabupaten lombok tengah mencapai 53,5% dari luas wilayah (BP.DAS Dodokan Moyosari, 2003) Artinya lahan kering dilombok tengah merupakan sumberdaya pertanian terbesar ditinjau dari segi luasnya (Satriawan, 2007).
Dalam usaha pengawetan (konservasi) tanah dan air dapat berfungsi untuk meningkatkan lahan-lahan pertanian hingga dapat berproduksi menghasilkan pangan bagi kebanyakan masyarakat ( Kartasapoetra, 2005).
Berdasarkan hal tersebut sangat perlunya diadakan kanservasai tanah dan air pada lahan kering guna untuk memperoleh tujuan yaitu dapat memanfaatkan lahan kering sebagai lahan pertanian yang berproduksi pangan yang tinggi. Konservasi tanah dan air dapat dilakukan dengan teknologi dengan cara vegetatif (Biologi), Mekanik, dan kimiawi (dengan memanfaatkan bahan-bahan pemantap tanah).  Namun dalam konservasi tanah dan air pada lahan kering di Lombok tengah ini dilakukan khususnya dengan cara vegetatif  atau biologi. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada bagian berikutnya.

B.  TINJAUAN PUSTAKA
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengaawetkan tanah (Syakur, 2007)
Pengertian lahan kering adalah lahan tadah hujan (rainfed) yang dapat diusahakan secara sawah (lowland, wetland) atau secara tegal atau ladang (upland). Lahan kering pada umumnya berupa lahan atasan, kriteria yang membedakan lahan kering adalah sumber air. Sumber air bagi lahan kering adalah air hujan, sedangkan bagi lahan basah disamping air hujan juga dari sumber air irigasi. (Notohadiprawiro, 1988 dalam Suyana, 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa Indonesia mempunyai asset nasional berupa pertanian lahan kering sekitar 111,4 juta ha atau 58,5% dari luas seluruh daratan. Pertanian lahan kering mempunyai kondisi fisik dan potensi lahan sangat beragam dengan kondisi sosial ekonomi petani umumnya kurang mampu dengan sumberdaya lahan pertanian terbatas. Lahan kering merupakan sumberdaya pertanian terbesar ditinjau dari segi luasnya, namun profil usahatani pada agroekosistem ini sebahagian masih diwarnai oleh rendahnya produksi yang berkaitan erat dengan rendahnya produktivitas lahan. Di beberapa daerah telah terjadi degradasi lahan karena kurang cermatnya pengelolaan konvensional dan menyebabkan petani tidak mampu meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan kendala-kendala tersebut, maka untuk menjamin produksi pertanian yang cukup tinggi secara berkelanjutan diperlukan suatu konsep yang aktual dan perencanaan yang tepat untuk memanfaatkan sumberdaya lahan khususnya lahan kering (Marwah, 2001)
Berlainan dengan lahan sawah dataran rendah, agroekologi lahan kering sangat beragam, karena elevasi dan jenis tanah yang berbeda, relatif peka erosi, adopsi teknologi rendah, dan ketersediaan modal kecil (Manwan et al.,1988 dalam Suyana, 2003).
Usahatani lahan kering, dalam keadaan alamiah memiliki berbagai kondisi yang menghambat pengembangannya antara lain; keterbatasan air, kesusburan tanah yang rendah, peka terhadap erosi, topografi bergelombang sampai berbukit, produktivitas lahan rendah, dan ketersediaan sarana yang kurang memadai serta sulit dalam memasarkan hasil (Haridjaja, 1990).
Pengolahan tanah konservasi (conservation tillage) adalah setiap cara pengolahan tanah yang bertujuan untuk mengurangi besarnya erosi, aliran permukaan dan, kalau mungkin, dapat mempertahankan atau meningkatkan produksi (Sinukaban, 1990). Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memenuhi kriteria tersebut pengolahan tanah harus dapat menghasilkan permukaan tanah yang kasar sehingga simpanan depresi dan infiltrasi meningkat, serta dapat meninggalkan sisa-sisa tanaman dan gulma pada permukaan tanah agar dapat menahan energi butir hujan yang jatuh. Hal ini menjadi penting pada masa pertanaman, karena pada saat tersebut intensitas hujan umumnya sudah besar dan tidak ada tajuk tanaman yang dapat menahan energi butir hujan yang jatuh.
Menurut Arsyad(1983), usaha-usaha pengawetan (konservasi) tanah ditujukan untuk: (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3) dan menetapkan kelas kemampuan tanah dan tindakan-tindakan atau perlakuan agar tanah tersebut dapat dipergunakan untuk waktu yang tidak terbatas (berkelanjutan). Selanjutnya dikemukakan bahwa pengawetan air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau.
Tiap kelas penggunaan tanah memerlukan teknik pengawetan tanah tertentu. Adapun teknik pengawetan tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu (1) metoda vegetatif, (2) metoda mekanik dan (3) metoda kimia (Arsyad, 1983). Metoda yang lazim dipraktekkan di Indonesia umumnya adalah metoda vegetatif yang seringkali dikombinasikan dengan metoda mekanik, misalnya penanaman penutup tanah sebagai penguat teras atau sebagai penutupan permukaan dari hantaman butir hujan, pengolahan tanah dan penanaman menurut kontur, sistem pertanaman lorong (Alley Cropping) sampai kepada sistem yang paling sederhana yaitu penggunaan mulsa.
Teknik budidaya lorong sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kering di daerah tropika basah, namun belum diterapkan secara meluas oleh petani (Juo, Caldwell, dan Kang, 1994). Pada budidaya lorong konvensional, tanaman pertanian ditanam pada lorong-lorong di antara barisan tanaman pagar yang ditanam menurut kontur. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian dikembalikan ke permukaan melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.
Efektivitas budidaya lorong pada lahan pertanian berlereng miring dalam pengendalian aliran permukaan dan erosi ditentukan oleh perkembangan tanaman pagar serta jarak antar barisan tanaman pagar. Pada awal penerapan budidaya lorong aliran permukaan dan erosi dapat menerobos tanaman pagar yang belum tumbuh merapat, meskipun ditanam lebih dari satu baris tanaman. Pada kondisi demikian, tanaman pagar kurang efektif dalam menghambat aliran permukaan dan menjaring sedimen yang terangkut, sehingga dapat menghanyutkan pupuk dan bahan organik. Setelah tanaman pagar berkembang, persaingan penyerapan air, unsur hara dan sinar matahari antara tanaman pagar dengan tanaman budidaya dapat mengurangi produksi tanaman yang dibudidayakan (Brata, 2001).
Thorne dan Thorne (1978) dalam Hafif (1992) mengemukakan terdapat lima praktek pengelolaan lahan yang dapat mengurangi erosi yaitu: (1) vegetasi (2) sisa tanaman, (3) pengelolaan tanah, (4) efek sisa dari rotasi tanaman, dan (5) praktek pendukung mekanik.

C.  METODE PENELITIAN
Dalam Pentewati (2011) Ada beberapa metode konservasi tanah dan air yang dapat dilakukan pada pertanian lahan kering untuk mencegah penurunan kesuburan tanah dan menjaga terpenuhinya kebutuhan air tanaman, khususnya pada pertanian lahan kering yaitu dengan  :
1. Metode Vegetatif
Metode ini merupakan metode dengan cara menanam berbagai jenis tanaman seperti tanaman penutup tanah, tanaman penguat teras, penanaman dalam strip, pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk organik dan mulsa. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat:
a)      Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah.
b)      Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c)      Di samping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
d)     Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997).
2. Metode Teknis
Selain metode Vegetatif bisa juga dilakukan konservasi pertanian lahan kering dengan metode teknis yaitu suatu metode konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Konservasi dengan metode teknis ini bias dilakukan dengan berbagai alternative penanganan yang pemilihannya tergantung dari kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya (Ridiah 2010):
a)      Pengolahan tanah menurut kontur,
b)      Pembuatan guludan,
c)      Terasering, dan
d)     Saluran air
Penerapan metode konservasi air yang dapat diuraikan lagi menjadi beberapa sistim baik untuk pendekatan secara vegetative maupun pendekatan secara teknis. Teknologi panen air selain menyediakan air pada musim kering dapat pula berfungsi mengurangi banjir pada saat musim hujan. Di bawah ini pendekatan secara vegetative maupun secara teknis diuraikan secara lebih rinci:
3. Pendekatan Vegetatif
a)      Sistem Pertanaman Lorong
Sistim ini sebenarnya sudah lama dikembangkan dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik konservasi tanah dan air karena dapat dipergunakan untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada lahan kering di daerah tropika basah, namun belum diterapkan secara meluas oleh petani Sistim ini menerapkan sistim di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sistim ini sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong. Pada budidaya lorong konvensional, tanaman pertanian ditanam pada lorong-lorong di antara barisan tanaman pagar yang ditanam menurut kontur. Barisan tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat menahan aliran permukaan serta erosi yang terjadi pada areal tanaman budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian dikembalikan kepermukaan melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan tanaman pagar.
b. Sistem Pertanaman Strip Rumput
Sistem ini hampir sama dengan sistim pertanaman lorong di mana dibuat baris-baris untuk tanaman rumput dengan le bar 0.5 m atau lebih dan tanaman pertanian ditanam diantaranya. Semakin lebar strip rumput maka semakin efektif untuk menahan laju erosi tanah. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Penanaman Rumput Makanan Ternak di dalam jalur/strip. Penanaman dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang-seling agar rumput dapat tumbuh baik, usahakan penanamannya pada awal musim hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman pokok.
c. Tanaman Penutup Tanah
Tanaman penutup tanah, metode ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama oleh para petani kita, dimana dalam bercocok tanam di kebun petani sudah menanam pohon-pohon besar (tanaman buah mangga, alpukat, nangka jeruk, srikaya, dll) pada saat melakukan penanaman. Secara tidak langsung penanaman pohon-pohon buah ini berfungsi sebagai tanaman penutup lahan dan kebiasaan ini merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat kita yang secara terus menerus menurun dan memberikan manfaat ganda bagi masyarakat. Kegunaan dan keuntungan tanaman penutup tanah:
a.       menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah,
b.       menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan
c.       melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi. Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Ridiah 2010):
a.       mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji,
b.      mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi,
c.        tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun,
d.      toleransi terhadap pemangkasan,
e.       resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan,
f.       mampu menekan pertumbuhan gulma,
g.      mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya,
h.      sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan
i.        tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.
Ada 4 (empat) jenis tanaman penutup tanah, yaitu:
a.       Jenis merambat (rendah) contoh : Colopogonium moconoides, Centrosoma sp, Ageratum conizoides,Pueraria sp.
b.      Jenis perdu/semak (sedang) contoh : Crotalaria sp, Acasia vilosa.
c.       Jenis pohon (tinggi) contoh – Leucaena leucephala (lamtoro gung), Leucaena glauca (lamtoro lokal), Ablizia falcataria.
d.      Jenis kacang-kacangan contoh : Vigna sinensis, Doli-chos lablab (komak).

d. Mulsa
Diantara berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengurangi kerusakan tanah terutama tanah pertanian lahan kering salah satunya adalah dengan melakukan penyebaran sisa-sisa hasil panen dipermukaan tanah (Mulsa) penyebaran sisa-sisa hasil pertanian ini bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi kepadatan tanah. Macam Mulsa dapat berupa, mulsa sisa tanaman, lembaran plastik dan mulsa batu. Mulsa sisa tanaman ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna. Pada sistem agribisnis yang intensif, dengan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi, sering digunakan mulsa plastik untuk mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan hama dan penyakit serta gulma. Lembaran plastik dibentangkan di atas permukaan tanah untuk melindungi tanaman. Di pegunungan batu-batu cukup banyak tersedia sehingga bisa dipakai sebagai mulsa untuk tanaman pohon-pohonan. Permukaan tanah ditutup dengan batu yang disusun rapat hingga tidak terlihat lagi. Ukuran batu-batu berkisar antara 2-10 cm. Hasil penelitian Lal (1980) menunjukkan bahwa dengan penambahan mulsa jerami sebanyak 4 ton/ha akan mengurangi run off hingga 3,5% dan tingkat erosi 0,5 ton/ha. Bahkan dengan pemberian mulsa sebesar 12 ton/ha, run off dapat ditekan hingga 0%.
Thamrin dan Hanafi (1992) telah melakukan penelitian pengaruh mulsa terhadap tanah di lahan kering. Mulsa yang digunakan adalah seresah tanaman. Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian mulsa dapat menghemat lengas tanah dari proses penguapan, sehingga kebutuhan tanaman akan lengas tanah terutama musim kering dapat terjamin. Selain itu, pemberian mulsa dapat menghambat pertumbuhan gulma yang mengganggu tanaman sehingga konsumsi air lebih rendah.
e. Pengelompokan tanaman
Metode ini dilakukan dengan cara menanam tanaman berkelompok dalam suatu bentangan alam dengan jenis tanaman yang sama dengan luasan tertentu, dengan jenis tanaman yang sama maka pengaturan air akan lebih mudah karena diharapkan kebutuhan air tanaman juga seragam. Pengelompokkan tanaman tersebut akan memberikan kemudahan dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai kebutuhan tanaman, sehingga air dapat dihemat. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pemberian air irigasi yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga dapat hemat air.
f. Penyesuaian jenis tanaman dengan karakteristik wilayah.
Tidak semua tanaman cocok untuk semua daerah oleh karena itu perlu dilakukan kajian tentang tanaman yang cocok dikembangkan dan dibudidayakan pada areal tertentu karena salah satu usaha konservasi pada pertanian lahan kering adalah dengan cara menanam tanaman pertanian yang sesuai dengan kemampuan tanah yang ada sehingga dapat menghasilkan hasil pertanian yang optimal.
g. Penentuan pola tanam yang tepat.
Pola tanam merupakan upaya yang sangat mendukung kegiatan konservasi pada daerah lahan kering karena pola tanam yang tepat berdasarkan kemiringan lereng maupun berdasarkan jenis tanam yang ada yang disesuaikan dengan kondisi curah hujan setempat untuk mengurangi defisit air pada musim kemarau. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan Gomez (1983) dalam Ridiah et.al, (2010) menunjukkan bahwa pada lahan dengan kemiringan 5% dengan pola tanam campuran ketela pohon dan jagung akan dapat menurunkan run off dari 43% menjadi 33% dari curah hujan dibandingkandengan jagung monokultur. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan besar kebutuhan air tiap jenis vegetasi. Besarnya kebutuhan air beberapa jenis tanaman dapat menjadi acuan dalam membuat pola tanam yang optimal.
4. Pendekatan Teknis
a. Pembuatan teras pada lahan dengan lereng yang curam.
Untuk pertanian lahan kering yang berada pada daerah dengan kemiringan lebih dari 8% bias dilakukan dengan pembuatan teras . Teras ini dibuat untuk tanaman-tanaman pertanian produktif karena pembuatan teras memerlukan teknik yang sulit dan memerlukan waktu.lama bila dilakukan untuk tanaman semusim akan sangat tidak ekonomis. Jenis-jenis teras untuk konservasi air juga merupakan teras untuk konservasi tanah, antara lain: teras gulud, teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras datar, teras batu, teras bangku. Teras gulud umumnya dibuat pada lahan yang berkemiringan 10 – 15 yang biasanya dilengkapi dengan Saluran Pembuangan Air yang tujuannya untuk mengurangi kecepatan air yang mengalir pada waktu hujan sehingga erosi dapat dicegah dan penyerapan air dapat diperbesar. Teras Bangku adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan dengan di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan besi. Guludan adalah suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong,
Bermanfaat untuk:
a.       memperbesar peresapan air ke dalam tanah;
b.       memperlambat limpasan air pada saluran peresapan; dan
c.       sebagai pengumpul tanah yang tererosi, sehingga sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah.
Rorak adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan. Umumnya rorak dibuat dengan ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m, atau panjang 1-2 m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-rorak dalam kontur adalah 2-3 m dan jarak antara rorak bagian atas dengan rorak dibawahnya 3-5 m.
b. Wind break
Wind break dibuat untuk mengurangi kecepatan angin sehingga mengurangi kehilangan air melalui permukaan tanah dan tanaman selama irigasi (evapotranspirasi). Kombinasi tanaman dengan tajuk yang berbeda sangat mendukung metode ini. Pola stage bouw (tajuk bertingkat) seperti di pekarangan tradisional adalah contoh yang baik untuk diterapkan (Setyati, 1975).
c. Pemanenan Air hujan dengan embung
Istilah pemanenan air hujan akhir-akhir ini semakin popululer terutama untuk daerah kering seperti NTT. Teknik pemanenan air hujan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode yang sudah banyak diterapkan di tanah air. Untuk Provinsi NTT sistem pemanenan air hujan sudah dikenal sejak lama dan yang sudah dikembangkan di wilayah ini adalah tadah hujan, bendungan, sumur gali dangkal, irigasi pompa, embung kecil dan embung irigasi, jebakan air. Teknik pemanenan air yang telah dilakukan di Indonesia, antara lain embung dan channel reservoir. Embung merupakan suatu bangunan konservasi air yang berbentuk kolam untuk menampung air hujan juga tempat resapanyang akan mempertinggi kandungan air tanah. Embung sangat tepat diterapkan pada kelerengan 0- 30% dengan curah hujan 500-1.000 mm/tahun, bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Agar pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran air dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%. Tanah-tanah bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk pembuatan embung.Teknik konservasi air dengan embung banyak diterapkan di lahan tadah hujan bercurah hujan rendah. Keuntungan dalam penerapan embung adalah :
a.       Menyimpan air yang berlimpah di musim hujan sehingga aliran permukaan, erosi dan bahaya banjir di daerah hilir dapat dikurangai serta dimanfaatkan pada saat musim kemarau.
b.      Dapat menunjang pengembangan usaha tani di lahan kering.
c.       Menampung tanah tererosi, sehingga memperkecil sedimentasi ke sungai.
d.      Setelah beberapa lama dapat dibuat sumur dekat embung untuk memenuhi keperluan rumah tangga.
Kelemahan embung adalah :
a.       Memerlukan lahan sebagai lokasi embung
b.      Memerlukan biaya dan tenaga untuk memelihara karena daya tampung embung akan berkurang akibat adanya sedimen.
d. Dam Parit
Adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi. Keunggulan:
a.       Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran/parit.
b.      Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.
c.       Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS).
d.      Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya lapisan
e.       tanah atas yang subur serta sedimentasi.
f.       Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau.
g.       Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani.





DAFTAR PUSTAKA

Brata, Kamir R. 2001. Falsafah Sains Untuk Penyempurnaan Teknik Budi Daya Lorong (Alley Cropping) Pada Lahan Pertanian Berlereng. Makalah Pengantar ke Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. IPB.
Haridjaja, O. 1990. Pengembangan Pola Usahatani Campuran pada Lahan kering yang Berwawasan Lingkungan di Kabupaten Sukabumi. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Hadi, Mochamad. 2012. Konservasi Sumberdaya Alam dan Pengelolaan Lingkungan. Lab Ekologi & Biosistematik Jurusan Biologi Fmipa Undip
Hamzah, Umur. 2003. Prospek Pemanfaatan Lahan Kering Dalam Rangka Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. IPB.
Machfudz. 2001. Peningkatan Produktivitas Lahan Kritis Untuk Pemenuhan Pangan Melalui Usahatani Konservasi. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. IPB.
Marwah, Sitti. 2001. Daerah Aliran Sungai (DAS) Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan.. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. IPB.
Pentewati, Preseila. 2011. Konservasi Air Pada Pertanian Lahan Kering. Sipil UNWIRA Vol. 1 No. 3 Maret 2011: 175-184
Satriawan, H. 2007. Perencanaan Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan di Das Sape Lombok Tengah. ITB. Bogor
Suyana, Jaka. 2003. Penerapan Teknologi Konservasi Hedgerows Untuk Menciptakan Sistem Usahatani Lahan Kering Berkelanjutan. Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3. IPB.
Syakur. 2007. Konservasi Tanah dan Air di Lahan Kering [ Serial Online]. Diunduh pada http://mbojo.wordpress.com/2007/07/03/konservasi-tanah-dan-air-di-lahan-kering/. Pada tanggal  19 juni 2012